HAKEKAT PERANG BARATAYUDHA: PEMBAYARAN KARMA BAGI PELAKU KEJAHATAN DI MASA LAMPAU

  • Idha Nurhamidah Universitas Sultan Agung Semarang
  • Sugeng Purwanto Universitas Stikubank Semarang

Abstract

Artikel ini mengurai hakekat Perang Baratayudha, sebagai perang suci tempat pembayaran karma para ksatria atas dosa-dosa di masa lampau. Berbagai literatur mengenai kisah gugurnya ksatria-ksatria baik di pihak Pendawa maupun dirujuk di pihak Kurawa akan diulas untuk mendapatkan jawaban pada semboyan filsafat Jawa ‘Sapa sing tumidak culika / nistha ingkana wahyune bakal sirna’ (Sesiapa yang bertindak curang apapun bentuknya, akhirnya akan menemui ajal yang sia-sia). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesaktian yang dimiliki oleh para ksatria tidak akan berguna sama sekali saat harus membayar karma kejahatan atau sumpah serapah di masa lampau. Resi Seta dan kedua adiknya yang terkenal sakti gugur pada awal-awal perang Baratayudha. Abimanyu, seorang ksatria pilih tanding dan telah menerima wahyu Cakraningrat, gugur dikroyok para Kurawa. Gatotkaca, ksatria otot-kawat balung besi, pernah menjadi jagonya para dewata, gugur oleh keganasan senjata Konta. Bambang Irawan bahkan gugur sebelum perang Baratayudha yang sesungguhnya.  Dari pihak Kurawa tercatat juga gugurnya senapati akibat karma. Resi Bisma, pendeta yang rela membujang selamanya demi kesaktian dan darma bakti pada ayahnda, gugur dengan cara sepele oleh wanita (Srikandi). Adipati Karna gugur oleh Arjuna yang memang sudah menjadi kehendaknya. Dursasana gugur akibat keganasan Bima, sedangkan Pendita Dorna, Prabu Salya gugur akibat pengorbanan cinta dan kasih sayang. 

Kata kunci : barathayudha; karma; perang suci, wayang; Pandawa-Kurawa

DB Error: Table './ojs/metrics' is marked as crashed and last (automatic?) repair failed