Skip links

Perilaku Netizen Awal Pandemi: Kata Ini Paling Banyak di Twitter

SEMARANG – Pandemi Covid-19 menjadi momok menakutkan bukan hanya di Tanah Air tetapi juga seluruh dunia. Tak heran, jagat maya turut menjadi lahan ekpresi warganet untuk mencurahkan keresahan, terutama usai diumumkan Presiden Joko Widodo terdapat dua WNI yang terpapar.

Presiden Jokowi menyebut  dua WNI itu sempat berkontak dengan seorang warga negara Jepang yang positif  virus corona. Keduanya dinyatakan ikut terpapar virus asal Wuhan China tersebut. Kepanikan sontak menyelimuti. Terlebih pada Senin (2/3/2020) ketika Presiden Jokowi memberikan pernyataan pers tersebut, belum banyak edukasi seputar virus corona.

Keresahan itu ditangkap Dikogigih Prasetyantoro, mahasiswa Program Studi Sistem Informasi (SI) Universitas Stikubank (Unisbank) Semarang. Anak muda yang tengah menyusun skripsi sebagai syarat kelulusan, mengamati perilaku warganet di jagat maya.

“Pandemi Covid-19 membuat masyarakat sering menggunakan media sosial untuk berkomunikasi jarak jauh saat melakukan karantina mandiri. Melalui media sosial daring Ttwitter didapatkan suatu opini yang menjadi tren pembahasan,” kata Diko, Sabtu (7/8/2021).

Dia lantas mengumpulkan 1.350 data opini pengguna Twitter selama periode Maret-April 2020. Dari total 1.350 data opini yang telah melewati tahap text preprocessing, menghasilkan 3.574 kata untuk dikelompokkan berdasarkan klaster.

“Banyaknya data opini membuat data menjadi tidak terstruktur dan tidak berkelompok. Hal ini menimbulkan permasalahan berupa sulitnya mengetahui opini mana saja yang dapat masuk ke kelompok tren pembahasan tertentu,” imbuh dia.

perilaku netizen twitter

Clustering (pengelompokan) berguna untuk mengelompokkan data opini dan menjadi solusi masalah. Dengan cara tersebut dapat diketahui tren pembahasan yang dilakukan masyarakat saat pandemi Covid-19.

“Pada penelitian ini algoritma yang digunakan adalah algoritma K-Means dan Davies Bouldin Index dalam menentukan jumlah klaster. Metode Davies Bouldin Index dalam menentukan jumlah klaster terbaik menunjukkan tiga klaster merupakan jumlah yang optimal, dengan DBI score sebesar 7.6050425313519225,” rinci dia.

Dari 3.574 kata hasil text preprocessing, selanjutnya melalui tahap pembobotan kata menggunakan metode TF-IDF. Berdasarkan bobot terbesar, kata “corona” menduduki peringkat pertama dengan bobot 86.869.

“Dari 1.350 data opini yang hasil pengelompokan data atau clustering, didapatkan jumlah opini pada tiga klaster sebagai berikut: klaster pertama terdapat 1.070 opini, klaster kedua ditemukan sebanyak 74 opini, dan klaster ketiga sebanyak 206 opini,” bebernya.

Menurutnya, tren pembahasan masyarakat Indonesia saat pandemi Covid-19 berdasarkan lima frekuensi kata yang terbesar dari visualisasi berupa word cloud. Lima kata tersebut paling banyak muncul pada tiga klaster yakni:

Klaster 0 : “corona”, “covid”, “virus”, ”indonesia”, dan “wabah”.

Klaster 1 : “moga”, “corona”, ”virus”, “cepat” dan “amin”.

Klaster 2 : “sebar”, “cegah”, “virus”, “covid” dan “himbauan”.

Kaprodi Sistem Informasi Unisbank, Arief Jananto, mengatakan,  metode yang digunakan mahasiswa dalam penyusunan skripsi tersebut bisa juga diaplikasikan untuk penelitian lain. Metode ilmiah sangat dibutuhkan sebagai referensi pembuatan kebijakan atau keputusan.

“Untuk visualisasi hasil penelitian ini menggunakan (pemrograman) Bahasa R, menampilkan hasil klaster atau pengelompokan dari data-data. Dari word cloud ini penekanannya di kata ‘corona’ artinya semakin besar tulisannya semakin banyak yang membahas itu,” ungkap dia.

“Jadi visualisasi sementara masih pakai ini (word cloud). Mungkin nanti adik kelasnya bisa juga mengembangkan ke model diagram atau yang lain. Tentu dengan data dan algoritma baru,” pungkasnya.